Ketika ada seseorang menyuruhmu untuk berhenti, atau menunjukan ketidak-senangannya atas apa yang sedang kau usahakan, maka melajulah, jangan pernah Berhenti, kecuali atas kehendakmu atas pilihanmu, karena itulah yang mereka ingin lihat darimu. Ketika seseorang menertawakan mimpi-mimpimu, berjuanglah, lukai harga dirimu untuk membesut laju yang tak pernah dibayangkan sebelumnya. Itu yang selalu kulakukan. Aku sedang belajar sesuatu. :)


the first pizza i made..

"Sssstt...Rahasia menjalani hidup impianmu adalah mulai menjalani hidup impianmu sekarang juga, sampai ke tingkat yang paling mungkin."  Ini pesan dari semesta yang kudapat. Dan...terimakasih sahabatku. Semesta.

Pizza pertama yang gue buat untuk pertama kalinya seumur hidup, dicicipi oleh semesta, sahabat dan partner terbaik gue, dan kali ini dia mewujud sebagai orang-orang terpenting dalam hidup, pemilik sudut, keponakan-keponakan yang selalu menjadi salah satu alasan utama mewujudkan mimpi.


Terimakasih semesta, hari ini, sekali lagi kita merayakan sesuatu, entah apa itu namanya, kau saja yang tentukan. Atau kita sebut saja: Pizza Sapori di Bosco!...Cheers.. :)


Lewat pembiasan, kotak pengap itu menjadi hangat..

Kita adalah himpunan dari berbagai macam cerita yang adakalanya saling beririsan, membaur dan harus menyatu untuk saling melengkapi. Meskipun begitu, irisan-irisan itu adakalanya hanya sebuah pilihan. Pilihan untuk memperhatikan saja atau menjalani 'keparalelan' yang penuh basa-basi.

Menjadi penyendiri di tengah keramaian, Memilih sunyi diantara kebisingan, bukan karena pemalu atau tak ingin menyatu, adakalanya, diam dan memperhatikan, menjadi jalan terbaik dalam ketidaktauan dan kemuakan akan semua perumpamaan yang disampaikan seolah-olah saling mengerti dan memahami, padahal hanya mengaktifkan bom waktu yang seuatu saat akan membuyarkan semua yang telah dibangun itu begitu saja. Sekejap.

Introvert. Sebutlah apapun itu. Minoritas dalam dunia yang kubentuk, memahami dunia apa adanya tanpa harus berselimutkan pengandaian yang tak seharusnya. Memang, adakalanya kita tak harus selalu seperti itu, tapi kita juga memiliki pilihan untuk jujur apa adanya atau bahkan hanya sebatas diam pada ketidak-setujuan itu.

Minum secangkir kopi di pagi hari, atau bercerita pada orang-orang terpilih untuk diikutsertakan, dan tentu saja, orang-orang itu dari berbagai macam cara untuk ditemukan, dan hanya mereka yang bisa memahami tanpa bertanya. Masih kupercaya masih ada banyak untuk ditemukan. Kesejatian yang mengantarkan pada kemaklukman dan jangka waktu yang sangat lama.

Bayangkan, dipagi hari kau sudah harus mendengar ocehan ini-itu tanpa jelas maksudnya, tanpa ada isi terkandung didalamnya, hanya uraian ngalor-ngidul tanpa pesan apapun, lalu berkumpul dengan orang-orang yang kau anggap teman, lingkungan sosial yang berjubel, mereka itu yang kau anggap "sahabat" terdekat, padahal mereka itu yang menertawakan mu ketika terpuruk jatuh kelembah yang dalam, atau kalau kau beruntung mereka hanya menghindar diam seolah kau ini adalah makhluk bervirus penyebab penyakit menular yang mematikan. Kita memang bebas memilih. Termasuk juga kita dalam pilihan itu.

Sebutlah apapun itu, tapi rasanya, beberapa orang saja sudah cukup, meski kadang 'seleksi alam' tak bisa dihindarkan. "Banyak" juga tak berarti apa-apa.

Dengan begitu rasanya sudah cukup lama menjadikan diri sendiri merasakan bebas nya terbang atau nikmat tak terhingga hanya dari segelas kopi yang bahkan berampas pahit. Toh masing-masing dari kita memiliki caranya masing-masing untuk pilihan dan kebahagiaan, setelah kucoba ini-itu, menjajaki berbagai macam cerita atau pengkarakteran yang tak seharusnya. Menyisakan prasasti yang cukup beruntung jika terbaca sepenuhnya. Dan disinilah akhirnya semua bermuara. tempat dimana aku bebas berbicara dengan diriku sendiri, tempat dimana aku menatap seseorang di dalam cermin dan selalu melegakan karena bayangan itu adalah diriku sendiri, bukan orang lain, tempat dimana aku diam tanpa dipertanyakan, tempat dimana orang-orang yang kupilih untuk berbagi, yang bercerita apa-adanya dalam berbagai cara selain-kata-kata saja.

Rasanya, tak ada lagi tempat terbaik selain dunia hening ini, tempat dimana aku menyaksikan banyak peran, pemeran figuran, pemeran utama, antagonis, protagonis, orang gila, orang waras, orang jujur, orang dengan penuh omong kosong tak bermakna, orang yang menasehati tapi dirinya sendiri lebih butuh nasehat itu, bahkan orang kepepet yang selalu berbohong untuk menutupi kelemahannya. Aku bahagia bukan karena menertawakan penderitaan semacam itu, tapi peran-peran yang kusaksikan itu menjadikanku penonton yang bisa duduk manis dalam diam menyaksikan betapa ketidaksinambungan dan ego  berdampak besar untuk jalannya cerita. Skenario yang terjadi begitu saja, mengalir seperti sungai yang mual lalu memuntahkan setiap yang dikandungnya. Aku satu-satunya manusia 'normal' didunia hening ini, dan mereka menganggapku satu-satu nya manusia yang 'tidak normal' di dunia mereka, begitulah penilaian yang sering kita teriakkan pada orang lain. padahal masing-masing dari kita, disadari atau tidak, memiliki Dunia di dalam pikirannya masing-masing. Sebutlah apapun itu...






Aku sudah melangkah, dan tak ingin kembali lagi...
Tempat itu...
Tempat dimana kau ada tapi tak sepenuhnya kumiliki
Tempat dimana kau terlihat tapi tak sepenuhnya terikat
Seperti matahari meninggalkan bulan atau siang mengakhiri pagi
Dan malam menjadi satu-satunya tempat untuk memupuk mimpi
Kau sudah tak ada disana, dimanapun ditempat ini...
Maka jangan kembali...
Jangan datang lagi...




Cerita khas yang tak lepas dari masalah pribadi dan cerita-cerita remaja lainnya sepantaranmu, kadang aku merasa agak canggung dengan semua itu, tapi demi kenyamanan dan kelegaanmu melepas semua penat  dan keluhmu itu, aku selalu bersedia terlarut masuk terbenam dalam kalimat-kalimat keluhan yang kau tuturkan,

Setahun sudah waktu bergegas dan menarik apapun dalam dimensinya, tapi dari caramu bicara, dapat kusimpulkan semua itu tak berlaku, tak ada kronologis pada sesuatu yang tidak berada didimensi waktu, lagi dan lagi, sepertinya kamu tak merelakan, terus membahas tentang sesuatu yang sudah kubuang, jauh, masa lalu.

"Inget ga waktu kita....", "Dulu kan kita...", "Coba kalau dulu kita..."
Aku hanya tersenyum dan tawa kecil kadang menjadi jawaban terbaik yang bisa kuberikan untuk semua yang kau bicarakan atau ditanyakan, bukan apa-apa, kamu hanya terus membahas tentang sesuatu yang sudah kubuang, jauh, masa lalu.

"I'm Yours", betapa jelas tempat yang kau pijak dengan berkata seperti itu, Tidak kemanapun selama setahun lebih, kedewasaanmu tetap tersembunyi entah dimana, atau mungkin juga aku yang tak kunjung dewasa dan menganggap semua masalah itu adalah tanggung jawab pribadi masing-masing, entitas eksternal hanyalah uluran tangan Tuhan untuk membantu, aku hanya berbisik dalam hati, tak ingin berkata-kata apapun, apalagi menceritakan penilainku tentang apa yang kulihat, karena itu terdengar sedikit kejam dan mungkin bisa menyakiti hatimu itu.

Suasana mulai mulai terasa tak ramah, dan aku sangat mengenali suasana seperti ini, dimana daun yang melihat saling berbisik menceritakan kita yang semakin diam, serangga-serangga yang sedari tadi mengintip dari celah dedaunan itu hanya bengong memperhatikan dua makhluk yang sebentar lagi akan saling bertengkar, Seperti biasanya, dan aku sudah sangat jengah. Bagaimana lagi harus menjelaskan bahwa duduk permasalahan itu, penyebab semua ketidak akuran itu, penyebab semua masa lalu itu adalah ego, tapi tak pernah sekalipun saling mengerti.
Aku hanya bisa tersandar dan memejamkan mata, duduk dibangku kayu yang sama kerasnya dengan hatimu itu, meminta jalan keluar tapi tak mau mendengarkan, bertanya tapi tak ingin jawaban, maka aku hanya bisa diam.
Semesta seolah sependapat, mungkin aku harus menjelaskan dengan bahasa yang kamu mengerti, dan ego mu itu bisa kamu lihat sebagai wujud lain yang kamu pahami, sehingga nanti, kita tak akan pernah bertengkar lagi.


Benar saja, kamu tertawa terbahak-bahak begitu lepasnya setelah melihat ini, kamu benar-benar bahagia, bahagia seutuhnya. "lucu y, maksa banget, walaupun main alat musik nya lumayan bagus, tapi vocal nya ga jelas, ga ngerti, tapi ekspresinya itu aneh banget dan akhirnya bikin ngakak sampe capek, kenapa lagunya mesti I'm Yours?!..harusnya bawain lagu anak-anak aja!", kamu tiba-tiba berkelakar dan begitu jelas menyimpulkan hasil analisamu itu, sejelas-jelasnya.

Terimakasih Tuhan, akhirnya dia tau, do'aku terjawab sudah, pesanku tersampaikan sudah.
"Itulah kamu, dan mungkin itulah alasan kenapa kamu tidak pernah memahami orang lain, bahkan egomu sendiri, mungkin kita harus bisa bicara dulu untuk bernyanyi, dan bukan senandung hati, krn kt bukanlah manusia limited edition yang diberikan kemampuan khusus oleh Tuhan untuk bertelepati, sehingga untuk menyampaikan apa yang ingin kita ungkapkan, kita harus berbicara, berbahasa." aku akan coba bersabar lebih lama, menunggu kau tumbuh dan kita bisa saling tertawa, dalam cara serupa dalam bahasa yang sama....dan hingga saat itu tiba, aku tak akan membicarakan apapun denganmu, apapun..karena aku tidak memiliki kuasa apapun terhadap waktu yang bisa merubah segalanya, dan jika nanti aku tak dapat kau temui, maka itulah bahasa yang harus kamu baca, Jangan kembali lagi...







Ketegaran itu memudar dibalik celah-celah daun yang tersinari cahaya bulan..
Membayangkan betapa lelah nya kau menjalani hari-hari penuh penantian
Bahkan semua rasa yang kau bina terhalang untuk melangkah
pada jalan yang kau pilih untuk bersama
Pemersatu kian tak utuh menjauhkan
dan sekali lagi,
daun-daun itu hanya menertawakan
mempermainkan mu dengan cahaya yang ditujukan untukmu,
untuk kebahagiaanmu...
Tak ada seorangpun yang mendengar kesedihan itu
kesedihan yang takkan pernah terlihat
tersamar oleh ketegaran dan keras kepalamu untuk duduk sendirian
Apa kau tak kedinginan? jawab aku!
angin malam yang mereka pikir menyejukkan itu, telah mencabik kerinduanmu bukan?
angin itu pula yang menegaskan kesendirianmu bukan?
tapi begitulah kita, pemimpi yang tak pernah akan dimengerti...
karena kita hanya menceritakan semua nya pada coretan yang  kita pilih sendiri...
kau dengan tawa riangmu itu membuatku amat perih,
karena dengan jelas aku dapat merasakan angin malam yang sama,
lihatlah sekelilingmu...
adakah bintang yang dapat kau lihat?
bagaimana dengan bulan yang kau maksud?
bahkan jumlahnya tak cukup banyak untuk meredam sulaman cahaya bintang
dan kalian harusnya saling melihat dalam kesendirian itu, Meski di tempat yang berbeda!
Semua kata yang kau samarkan dibalik kertas yang kau tulis...
tidakkah semua itu lebih menyakitkanmu?
tidakkah manusia yang akan bersandar kemudian tau, jika ternyata semua yang kau rasakan
kau tulis dibalik semua hal yang tak tampak...
dan semua yang tak terhingga yang kau maksud kini ada batasnya..
kecuali hal yang kau tuliskan tetang sahabat-sahabatmu itu...
kulihat kau bersedih tiada tara,
ketika aku melintas tepat di jalan yang kulalui yang terletak persis dihadapanmu..
tapi siapalah aku, pembatas jalan itu menghalangi niat ku untuk menemanimu dalam kebersamaan..
dan aku tau tempat itu bukan bukan untuk cerita lain..
aku hanya memperhatikanmu tepat diujung gelap dengan sedikit cahaya terang,
mungkin saja suatu waktu kau menyerah dan aku yang akan memberikanmu tempat berpijak...
bukan,..
bukan untuk kiasan...
tapi untuk mengangkatmu ketempat yang lebih ramai..
dan setelah itu kau kan temukan makna yang kau cari...
pendamping yang kau pilih atas petunjuk Tuhan..
maka...berlarilah...
kejarlah kepastianmu
rasa takut itu hanya akan membuatmu semakin hening kemudian layu
maka...berlarilah...
kejar kepastianmu...



"yang sejati takkan pernah mati, dan takkan lekang oleh waktu, jarak dan apapun, maka jika itu terjadi, pikirkanlah kembali!"








Nyanyian sudah berhenti,
suara yang tadinya riang mulai kehausan,
kehabisan nafasnya untuk menahan lelahnya
padahal masih banyak lirik yang ingin disampaikan,
mungkin menuliskannya menjadi cerita lain yang lebih bijaksana.

Bersembunyi di balik awan mendung
seolah akan hujan,
mengurai langkah mereka yang tak ada
padahal dibalik itu ada lantunan merdu yang membangkitkan kenangan masa lalu
padahal dibalik itu ada kesejukan dari jejak yang telah usai
padahal masih banyak cerita yang ingin dikisahkan
mungkin menuliskannya menjadi cerita lain yang lebih bijaksana.

Waktu sudah membawa ilalang menggelitik kaki langit
seolah meredup lampunya padam
padahal berpaling pada sisi lain yang tetap memperhatikan
hanya tergoda sentuhan angin yang kadang ada dan kadang tidak
padahal masih banyak yang ingin kutanyakan
mungkin menuliskannya menjadi cerita lain yang lebih bijaksana.

Biarkan memudar untuk bernafas lebih lama
sudah cukup memperhatikan anak waktu menertawakan
biarkan hilang untuk kembali lebih berharga
meski masih banyak yang ingin disampaikan
meski masih banyak yang ingin dikisahkan
meski masih banyak yang ingin ditanyakan
mungkin menuliskannya akan menjadi cerita lain yang lebih bijaksana

karena ternyata..
Senja ada batasnya...


Dan jika pun aku tetap dengan aku
maka aku hanya akan tersenyum saja
aku tak akan menentukan siapa aku
aku tak akan membatasi banyak hal yang sudah terlalu banyak berbatas
dan aku tak akan berbicara sepatah katapun kecuali untuk bintang
yang bersinar terang disekitarku,
dan cahaya nya memandangi setiap langkahku
hingga aku tak kuasa lagi untuk berbicara...


Diberdayakan oleh Blogger.